Minggu, 06 September 2009

Makrab FT Unila; Untuk Solidaritas atau ajang perpeloncoan?

Fakultas Teknik (FT) merupakan salah satu fakultas yang paling banyak disorot akibat sistem perpeloncoannya yang sudah mengakartunggang. Semboyan “Teknik itu Satu”, “Solidaritas”, atau apalah itu, menjadi alasan mereka untuk melakukan perpeloncoan diluar batas. Titik klimaks dari perpeloncoan di Fakultas Teknik adalah diadakannya “Makrab” atau “Malam Keakraban” yang belakangan ini namanya berubah – ubah tergantung masing-masing jurusan.

Kegiatan makrab adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh Himpunan mahasiswa jurusan. Penyelenggaraan kegiatan ini dilakukan di luar kampus atau lebih tepatnya di tempat – tempat terpencil dan sepi, bisa juga di tepi hutan, dan menginap beberapa malam. Untuk antisipasi gangguan gaib, biasanya mereka sudah menyediakan pawang atau dukun.

Perlu diketahui, mahasiswa Fakultas Teknik adalah mahasiswa yang mempraktekkan ajaran Dinamisme secara tidak langsung. Mereka sangat takut dan sangat menghormati Roh Leluhur ( Senior dan alumni ). Sehingga mereka rela melakukan apa saja untuk menyenangkan hati roh leluhur tersebut.

“Berdasarkan Makrab, dalam sistem masyarakat Mahasiswa teknik, terdapat penggolongan – penggolongan kasta.,
Yaitu:
1. Alumni
2. Senior
3. Kakak tingkat
4. Mahasiswa baru

- Alumni merupakan kasta tertinggi.
- Senior merupakan mahasiswa semester lima keatas, yang sudah ikut makrab.
- Kakak tingkat, adalah mahasiswa yang duduk di semester 3 & 4
- Mahasiswa baru
Catatan: Untuk mahasiswa semester 5 keatas, yang belum pernah ikut makrab, julukannnya tetap kakak tingkat.

Di sini, roh leluhur sangat berkuasa penuh atas mereka dan mahasiswa yang lebih junior tidak sedikitpun berani menentang tradisi meskipun jelas mereka tahu itu salah.

Salah satu perintah roh leluhur yang wajib dilaksanakan adalah penyelenggaraan makrab yang mengundang roh leluhur tentunya.

Kuasa dari roh leluhur sangat kuat ketika acara ini berlangsung. Roh leluhur berhak membubarkan panitia saat itu juga, jika kegiatan makrab tidak sesuai dengan kehendak hati mereka, namun begitu kegiatan harus tetap berjalan.

Anda tahu rokok? Pada salah satu makrab di Jurusan di FT, peserta diwajibkan membawa benda yang satu ini Untuk diserahkan pada roh leluhur tentunya.

Perpeloncoan, penindasan, dan pelecehan adalah ritual wajib yang haram hukumnya jika ditinggalkan. Main Fisik dan hukuman fisik adalah hal yang sangat lumrah. Sekali lagi, segala ketidakberadaban itu dilakukan untuk membentuk “Solidaritas” yang kuat.

Shalat? Jangan ditanya lagi tentang hal ini. Saking “Padat”nya acara dalam kegiatan ini, Ibadah menjadi hal yang bukan prioritas. Bahkan sampai terbengkalai.. ibadah baru boleh setelah ada izin dari roh leluhur.


Salah seorang teman saya dulu ketika pulang dari makrab, langsung menderita tipes berminggu – minggu. Dan teman saya yang lain menderita sakit Liver hingga terpaksa berhenti kuliah. Kalau sudah begini, kepada siapakah mereka meminta pertanggung jawaban? Yang pastinya baik panitia maupun roh leluhur akan saling lempar tanggung jawab. Dan jangan harap jika pihak Universitas mau bertanggungjawab.

Jika ditanya pada mahasiswa FT, apakah makrab harus dilaksanakan, sebagian besar tentu menjawab “Ya!”. Alasannya adalah untuk menciptakan “Solidaritas”. Namun alasan yang lebih masuk akal adalah mereka terkena Efek Domino Perpeloncoan (EDP).
Penyakit EDP ini akan tetap melekat di hati para mahasiswa yang pernah menjadi peserta makrab dimanapun mereka berada nantinya. Termasuk sebagian besar pengurus Fossi FT; salah satu orgaisasi kemahasiswaan yang bergerak dibidang keagamaan.

Salah satu pendukung konservatif lagi fanatik ritual Makrab untuk saat ini adalah BEM FT. Filosofi mereka, tanpa makrab teknik akan hancur, tanpa makrab teknik akan kolaps, tak akan ada teknik kalau tak ada makrab dan lain lain. Saat ini yang sedang mereka perjuangkan adalah bagaimana caranya agar Makrab menjadi kegiatan yang legal. Mereka akan melakukan apa saja agar makrab tetap berlangsung. Termasuk salah satu program akbar mereka adalah “Makrab Bersama”. Tujuannya adalah untuk mengecoh para birokrat kampus agar tidak memberikan sanksi pada panitia makrab.

Kegiatan ini direncanakan akan dilaksanakan pada awal Oktober 2009. Rencananya jadwal makrab disetiap HMJ akan disamakan waktunya. Dengat lokasi tujuan makrab yang berbeda. Secara pribadi saya heran dengan BEM FT, apakah
Tidak ada kegiatan yang lebih bermanfaat ketimbang Menindas anak orang.

“ Gubernur BEM FT mendapat SP I gara – gara mengumpulkan seluruh mahsiswa baru FT dengan alasan “Apel”. Padahal kegiatan Propti sudah selesai.”

DPM FT 11-12 sikapnya dengan BEM FT. Bisa jadi anggotanya pun terkena penyakit EDP. Sama sekali tak ada pengawasan atau pun tegoran terhadap BEM FT menyikapi kegiatan yang dilakukan BEM FT. DPM FT seolah melupakan Fungsinya sebagai badan kontrol BEM FT. Hal yang patut dicurigai, jangan jangan DPM FT ikut terlibat dan bertanggung jawab terhadap kegiatan makrab selama ini.

Untuk HMJ, sama sekali tak ada niatan untuk menghentikan semua ini. Mereka seperti puppet yang harus tunduk terhadap tradisi leluhur ini. Jika mereka tidak mau melaksanakan makrab, maka Roh Leluhur akan murka dan makrabholics akan bertindak – makrabholics adalah sebutan untuk penggila makrab – .

Tidak semua mahasiwa FT terjangkit penyakit EDP. Ada beberapa mahasiswa yang sangat menentang tradisi jahiliyah ini. Namun jumlah mereka sangat sedikit. Mereka yang menentang tradisi dianggap kutil yang harus di enyahkan karena tidak sejalan dengan visi “solidaritas “ Teknik. Kaum ini tidak pernah bergerak karena tidak berdaya, kalupun melawan, pihak biraokrat kampus tidak pernah membela kaum seperti ini. Bisa dibilang Pihak Birokrat kampus hanya bisa bicara di depan Media namun tanpa kerja yang nyata.

“ Bolehkah tidak ikut makrab, jawabnya adalah boleh. Namun, resiko yang sangat ditakuti sebagian besar mahasiswa baru adalah dikucilkan oleh teman – teman satu angkatan di jurusan sendiri. Hukuman ini begitu menyiksa, hingga tak jarang, mahasiswa yang bersangkutan akhirnya mengundurkan diri”.

Banyak yang bertanya dimana sikap kritis mahasiswa saat ribut-ribut BHPT dan UM. Jawabnya adalah sudah mati. Dan yang mematikannya adalah para senior itu sendiri. Banyak mahasiswa baru yang kritis pada awal masuk perkuliahan. Namun, pada saat perpeloncoan atau makrab terjadi, mahasiswa baru yang kritis terhadap pelaksanaan makrab ini dibungkam mulutnya agar tidak kritis, dipaksa ikut tradisi jahiliyah, dipaksa untuk murtad dari akal sehat untuk tunduk pada ajaran roh leluhur atas nama “Demi Solidaritas”. Semakin lama perpeloncoan dilaksanakan, maka sikap kritispun memudar hingga akhirnya hilang sama sekali. Dan mahasiswa menjadi kaum yang solidaritasnya tinggi, namun apatis.

Mau bukti? Pada Pemira Unila 2009 ini, dari 24544 mahasiswa, hanya 20% atau 4899 yang menggunakan hak pilih.” (Teknokra, no 102 tahun IX). Dan dari media yang sama, kira – kira 2 tahun lalu, terjadi tawuran antar mahasiswa FT dan FE. (atas nama solidaritas kah?).

Wollohualam bishowb

“ Setiap anak kecil adalah ilmuwan yang jenius. Mereka sangat ingin tahu akan segala hal yang belum mereka pahami. Namun rasa ingin tahu mereka hilang lantaran orang tuanya sendiri. Saat anak bertanya pada ibunya, “Apakah ini, Bu?” “Mengapa Begini, Bu?” sang ibu menjawab, “Tanya Bapakmu!”. Jawaban yang sama ia terima ketika bertanya hal yang serupa pada bapaknya.
Di lain waktu, si anak bertanya lagi tentang hal yang lain. Namun orang tua menjawab,”Jangan banyak tanya, lihat saja!” atau “Kalau masih kecil, diam saja!”.
Hal yang sama berlangsung terus menerus setiap ia bertanya akan satu hal, hingga akhirnya membuat si anak lelah dan tidak mau tahu lagi.”

1 komentar:

  1. ahhh... akhirnya ada blog tentang makrab juga... ha,,, ha,,, teknik.. teknik... buat unila terkenal tahun ini!!!!!

    BalasHapus

Komentar? silakan!!