Minggu, 06 September 2009

Perpeloncoan, Cermin dari budaya Bodoh.

Tahukah perpeloncoan itu? Lebih jelasnya perpeloncoan adalah segala tindakan yang mengandung kekerasan, pelecehan, dan tindakan kasar yang dilakukan senior terhadap juniornya. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat penyambutan mahasiswa baru. Nama resmi kegiatan ini adalah Propti atau tergantung penamaan lainnya di setiap universitas. Namun kegiatan ini biasanya terus berlangsung meski jadwal resmi propti telah usai. Dan pada masa-masa inilah mahasiswa senior berperan besar terhadap kegiatan “Peradaban Mundur” ini.

Bentuk atau tindakan-tindakan nyata dari perpeloncoan ini antara lain:


-Main fisik

Tindakan berupa tamparan, tendangan, tinjuan, atau tindakan yang dengan sengaja menyentuhkan bagian tubuh pelaku atau benda lain dengan tubuh korban, yang menyebabkan korban merasakn kesakitan dan atau dirugikan.


-Hukuman fisik

Segala perintah (dengan paksaan) oleh senior kepada junior yang mempunyai dampak tertentu terhadap tubuh korban. Contoh dari dampak-dampak tersebuit antara lain, lelah, lemas, pegal, kotor, berkeringat dan segala tindakan yang membuat korban merasakan perubahan kondisi tubuh antara sebelum dan sesudah dilakukan hukuman. Contohnya adalah push up, sit up, jalan jongkok, merayap dibumi, masuk kedalam empang, memanjat pohon, dll.


Selain seperti yang disebutkan diatas, tindakan perpeloncoan dapat berupa Membentak tanpa alasan, dan memerintahkan junior untuk mengenakan aksesori atau atribut yang tidak wajar seperti Nametag ukuran besar, pita warna-warni, kaos kaki warna warni, topi dari bola plastik, dan pakaian aneh lainnya.

Yang jelas tindakan-tindakan yang saya sebutkan diatas, jelas tidak ada hubungannya dengan sikap mendidik dan jauh dari unsur pendidikan. Resiko terbesar terhadap kegiatan seperti ini adalah KEMATIAN Si Junior.

Satu-satunya alasan senior melakukan melakukan perpeloncoan adalah untuk menjalin “keakraban”yang tidak mendasar. Bisa dibilang, kegiatan ini dilakukan karena senior ingin dihargai junior.

Dampak berantai dari kegiatan ini adalah justru membuat mahasiswa baru ingin melakukan hal yang sama terhadap mahsiswa baru berikutnya. Hingga akhirnya kegiatan ini menjadi kegiatan yang turun temurun. Bisa dibilang kegiatan seperti ini telah menjadi hukum adat yang pantang untuk untuk ditentang. Sama halnya seperti hukum adat, jika menentang, akan dikucilkan,

“ Mahasiswa baru itu ibarat anak yang baru tumbuh. Jika sejak awal ia disuapi hal-hal buruk, maka dia akan menjadi orang dewasa yang jauh lebih buruk”

Sedikit review:


Student die in an Initiation


Geodesy student at the Bandung Institute of Technology (ITB) died Sunday after participating in a college initiation in Gunung Batu, Lembang, West Java.

According to Priangan Police Chief Anton Charlian, Wiyanto Wisnugroho, 22, died at Bandung's Boromeus Hospital early Sunday morning after friends brought him in for treatment for an undisclosed reason.

"The victim was with 80 other students who were participating in an initiation in Lembang," Charlian said, as quoted by tempointeraktif.com, adding that the college event did not have official approval from local authorities.
Family members, who declined an autopsy, took Wisnugroho’s remains to his home in Bekasi. (from thejakartapost.com)

Budaya Perpeloncoan di Unila

Unila atau Universitas Lampung adalah salah satu universitas yang masih menerapkan sistem perpeloncoan. Tengok saja pada masa propti yang notebene masih legal, dan juga kegiatan lainnya yang nyata-nyata ilegal.

Bisa kita lihat disana, mahasiswa senior yang membentak juniornya. Lalu ada lagi mahasiswi baru yang rambutnya dikepang seribu dengan pita warna-warni yang mencolok mata seperti anak TK yang baru belajar dandan. Atau kalu kita sedang beruntung, kita bisa menyaksikan segerombolan mahasiswa baru yang berjalan jongkok seperti tahanan belanda. Tak lupa sang senior yang mengawasi layaknya pak tani yang sedang menggembalakan ternaknya.

Pakaian mereka pun juga aneh dari ujung kaki hingga ujung rambut. Mulai dari kaos kaki panjang hingga lutut yang warnanya nge”jreng” abis, terkadang pula, warna kaos kaki yang berbeda antara kanan dan kiri. Warna baju yang harus seragam, nametage ukuran raksasa, selempang pita laksana ratu sejagad, kalung dari sampah, tak lupa pula topi yang terbuat dari bola plastik yang dibelah menyerupai helm dan dipasang rumbai tali rafia seperti anak punk, atau wadah nasi yang “terpaksa” dijadikan topi macam orang gila.

Tiap fakultas hingga jurusan, pakaian adatnya tentu saja berbeda, tergantung dari tradisi dan inspirasi senior. Andai saja seluruh mahasiswa baru dari tiap jurusan dikumpulkan di lapangan yang luas, dengan pakaian adat masing-masing tentunya, maka akan tampak seperti pawai budaya. Inilah saya salutnya Unila, benar-benar seperti Indonesia mini yang memiliki banyak pakaian adat.

Mahalkah membeli barang-barang seperti itu? Jawabnya tentu saja mahal; minimal Rp 10.000 dan maksimal Rp 100.000 atau lebih biaya yang dikeluarkan. Kalau kata teman saya anak kos yang hidup nya pas-pasan, “Uang Rp 10.000 itu bisa untuk makan tiga hari”.

Seringkali mahasiswa senior mewajibkan mahasiswa baru untuk mengenakan baju denngan warna yang sama. Tentu saja, ini sangat memberatkan para mahasiswa baru yang tidak memiliki baju dengan warna yang dimaksud. Pernah saya dengar begini,

“Kak, kalau saya gak punya baju itu gimana?”

“Usaha dong, minjem kek, beli kek!”

“Tapi saya dari luar Lampung Kak, dan saya belum ada kenalan di sini atau saudara disini. Selain itu uang saya gak cukup untuk beli baju itu.”

“Gak usah jadi mahasiswa kalau gitu!” (dengan ketus)


***

Selain dari segi budaya, ternyata Unila sangat peduli dengan jasmani. Entah bagaimana dampaknya terhadap fisik mahasiwa baru, yang jelas, perintah macam ini harus dilakukan.

Contohnya saja di Fakultas Teknik. Seorang senior memerintahkan junior untuk push up 1000 X. –Suatu perintah orang yang tak waras - . Jika si junior tidak sanggup menyelesaikan pada saat itu, maka sisanya akan menjadi utang push up dan harus dilunasi di depan sang senior itu sendiri. Perintah-perintah gila itu tak hanya dilakukan di Fakultas Teknik. Namun, di Tujuh Fakultas lainnya pun tak jauh beda. Ada pula seorang senior yang memerintahkan mahasiswi junior untuk memanjat pohon, lalu teriak-teriak seperti orang stress. Dan perintah-perintah lainnya yang tak kalah konyol. Yang saya ceritakan ini mungkin tak terbanyang oleh anda sebelumnya, tapi ini nyata, dan terjadi Institusi Pendidikan Negeri Tertinggi di Provinsi ini.

Selain itu, ternyata Unila juga menerapkan disiplin tinggi sejak dini terhadap mahsiswa barunya. Tengok saja di Persiapan Fakultas Kedokteran yang mewajibkan mahasiswa baru untuk hadir pada pukul 05.00 pagi. Juga Fakultas Pertanian yang mewajibkan hadir pada pukul 06.00 pagi waktu Fakultas Pertanian. (sebagai catatan, waktu Fakultas pertanian maju satu jam dari WIB atau -6 dari GMT). Dan bervariasi Untuk Fakultas lainnya. Tapi rata-rata fakultas, maksimal pukul 06.30 harus sudah ada di kampus.

Yang saya heran, Mahasiswa senior yang tak pernah ikut organisasi, Mahasiswa senior yang hampir tidak pernah datang kala ada kegiatan, Mahasiswa senior yang selalu telat (Bahkan tidak hadir) jika rapat, semua berubah saat Propti/perpeloncoan. Mereka begitu semangat datang pagi-pagi untuk mengerjai Mahasiswa baru.

Selain atribut aneh, hukuman yang tak masuk akal, jadwal yang mengada- ada, sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak terjadi tindak kekerasan seperti tamparan atau tendangan yang dilakukan mahasiswa senior (terutama senior bengal) terhadap mahasiswa baru. Si korban dibawa ke tempat sepi, lalu “dihajar sopan santun”. Dan biasanya mahasiswa junior terlalu takut mengadu, yang berimbas kepada hanya korban, pelaku, dan Tuhan yang tahu.

Pertanyaanya, apakah mahasiswa baru ingin berontak? Jawabnya tentu saja mau. Namun mereka tidak tahu harus meminta advokasi pada siapa. Senat Universitaskah? Senat Fakultaskah? BEM kah?. Jangan - jangan lembaga-lembaga kemahasiswaa tersebut lah dalang dari semua ini. Jika mereka berontak terang-terangan, maka hukuman akan akan lebih berat lagi dan akan dipermalukan dihadapan teman - temannya sehingga menciutkan nyali mahasiswa baru yang lain. Dan hukuman terberatnya adalah dikucilkan dari pergaulan teman-teman satu jurusan. Dikucilkan disini benar benar dikucilkan. Tidak dianggap dan diacuhkan. Bahkan sampai ada yang mengundurkan diri gara-gara tidak tahan dikucilkan.

Mungkin anda bertanya, apakah pihak Rektoran atau Dekanat tahu mengenai kegiatan seperti ini. Jawabnya tentu saja Tahu, dan sangat jelas tahu. Namun rupanya pihak Birokrat kampus tak mampu berbuat apa-apa. Bisa jadi mereka malah membiarkan atau malahan mendukung kegiatan seperti ini, karena bisa jadi mereka adalah mantan senior yang melakukan hal serupa saat menjadi mahasiswa. Namun dihadapan media, mereka sok menolak kegiatan semacam ini.

“Tidak mungkin pihak Rektorat tidak tahu, sering mahasiswa baru lewat lapangan Rektorat lengkap dengan pakaian ‘adat’mya.”

Bahkan, pernah ada cerita, Untuk acara Makrab (Malam keakraban) salah satu jurusan di Fakultas Pertanian, panitianya malahan mengundang Rektor yang ternyata alumni dari jurusan tersebut untuk menghadiri kegiatan menyimpang tersebut. Yang lebih parahnya lagi, sang Rektor pun bersikap laksana Senior terhadap Juniornya.

“Menurut desas-sesus yang beredar, pihak Birokrat kampus akan melegalkan kegiatan – kegiatan seperti ini.”

Dengan kegiatan “berandalan” seperti ini, saya heran apakah Unila masih punya malu? Apakah Unila masih bermimpi untuk menjadi Top ten University of Indonesia pada tahun 2025?


Kalau bisa di bilang, sudah terlalu banyak keburukan Unila, Mulai dari Akreditasi C yang merupakan kemerosotan luar biasa, BHPT yang masih polemik, dan sistem UM yang masih Kontroversi dengan biaya yang selangit.

Sungguh, unila benar – benar tidak punya malu untuk ukuran perguruan tinggi. Apa mesti ada korban nyawa dari kegiatan seperti ini baru ada ketegasan dari Unila itu sendiri.

Kasihan orang tua yang mempercayakan anaknya pada Unila. Mereka pasti sangat menyesal menguliahkan anaknya di unila jika seandainya terjadi hal buruk terhadap anak tercinta mereka.


***

Untuk Orang tua yang anaknya akan kuliah tahun depan, sebaiknya Jadikan unila pilihan terakhir.

Makrab FT Unila; Untuk Solidaritas atau ajang perpeloncoan?

Fakultas Teknik (FT) merupakan salah satu fakultas yang paling banyak disorot akibat sistem perpeloncoannya yang sudah mengakartunggang. Semboyan “Teknik itu Satu”, “Solidaritas”, atau apalah itu, menjadi alasan mereka untuk melakukan perpeloncoan diluar batas. Titik klimaks dari perpeloncoan di Fakultas Teknik adalah diadakannya “Makrab” atau “Malam Keakraban” yang belakangan ini namanya berubah – ubah tergantung masing-masing jurusan.

Kegiatan makrab adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh Himpunan mahasiswa jurusan. Penyelenggaraan kegiatan ini dilakukan di luar kampus atau lebih tepatnya di tempat – tempat terpencil dan sepi, bisa juga di tepi hutan, dan menginap beberapa malam. Untuk antisipasi gangguan gaib, biasanya mereka sudah menyediakan pawang atau dukun.

Perlu diketahui, mahasiswa Fakultas Teknik adalah mahasiswa yang mempraktekkan ajaran Dinamisme secara tidak langsung. Mereka sangat takut dan sangat menghormati Roh Leluhur ( Senior dan alumni ). Sehingga mereka rela melakukan apa saja untuk menyenangkan hati roh leluhur tersebut.

“Berdasarkan Makrab, dalam sistem masyarakat Mahasiswa teknik, terdapat penggolongan – penggolongan kasta.,
Yaitu:
1. Alumni
2. Senior
3. Kakak tingkat
4. Mahasiswa baru

- Alumni merupakan kasta tertinggi.
- Senior merupakan mahasiswa semester lima keatas, yang sudah ikut makrab.
- Kakak tingkat, adalah mahasiswa yang duduk di semester 3 & 4
- Mahasiswa baru
Catatan: Untuk mahasiswa semester 5 keatas, yang belum pernah ikut makrab, julukannnya tetap kakak tingkat.

Di sini, roh leluhur sangat berkuasa penuh atas mereka dan mahasiswa yang lebih junior tidak sedikitpun berani menentang tradisi meskipun jelas mereka tahu itu salah.

Salah satu perintah roh leluhur yang wajib dilaksanakan adalah penyelenggaraan makrab yang mengundang roh leluhur tentunya.

Kuasa dari roh leluhur sangat kuat ketika acara ini berlangsung. Roh leluhur berhak membubarkan panitia saat itu juga, jika kegiatan makrab tidak sesuai dengan kehendak hati mereka, namun begitu kegiatan harus tetap berjalan.

Anda tahu rokok? Pada salah satu makrab di Jurusan di FT, peserta diwajibkan membawa benda yang satu ini Untuk diserahkan pada roh leluhur tentunya.

Perpeloncoan, penindasan, dan pelecehan adalah ritual wajib yang haram hukumnya jika ditinggalkan. Main Fisik dan hukuman fisik adalah hal yang sangat lumrah. Sekali lagi, segala ketidakberadaban itu dilakukan untuk membentuk “Solidaritas” yang kuat.

Shalat? Jangan ditanya lagi tentang hal ini. Saking “Padat”nya acara dalam kegiatan ini, Ibadah menjadi hal yang bukan prioritas. Bahkan sampai terbengkalai.. ibadah baru boleh setelah ada izin dari roh leluhur.


Salah seorang teman saya dulu ketika pulang dari makrab, langsung menderita tipes berminggu – minggu. Dan teman saya yang lain menderita sakit Liver hingga terpaksa berhenti kuliah. Kalau sudah begini, kepada siapakah mereka meminta pertanggung jawaban? Yang pastinya baik panitia maupun roh leluhur akan saling lempar tanggung jawab. Dan jangan harap jika pihak Universitas mau bertanggungjawab.

Jika ditanya pada mahasiswa FT, apakah makrab harus dilaksanakan, sebagian besar tentu menjawab “Ya!”. Alasannya adalah untuk menciptakan “Solidaritas”. Namun alasan yang lebih masuk akal adalah mereka terkena Efek Domino Perpeloncoan (EDP).
Penyakit EDP ini akan tetap melekat di hati para mahasiswa yang pernah menjadi peserta makrab dimanapun mereka berada nantinya. Termasuk sebagian besar pengurus Fossi FT; salah satu orgaisasi kemahasiswaan yang bergerak dibidang keagamaan.

Salah satu pendukung konservatif lagi fanatik ritual Makrab untuk saat ini adalah BEM FT. Filosofi mereka, tanpa makrab teknik akan hancur, tanpa makrab teknik akan kolaps, tak akan ada teknik kalau tak ada makrab dan lain lain. Saat ini yang sedang mereka perjuangkan adalah bagaimana caranya agar Makrab menjadi kegiatan yang legal. Mereka akan melakukan apa saja agar makrab tetap berlangsung. Termasuk salah satu program akbar mereka adalah “Makrab Bersama”. Tujuannya adalah untuk mengecoh para birokrat kampus agar tidak memberikan sanksi pada panitia makrab.

Kegiatan ini direncanakan akan dilaksanakan pada awal Oktober 2009. Rencananya jadwal makrab disetiap HMJ akan disamakan waktunya. Dengat lokasi tujuan makrab yang berbeda. Secara pribadi saya heran dengan BEM FT, apakah
Tidak ada kegiatan yang lebih bermanfaat ketimbang Menindas anak orang.

“ Gubernur BEM FT mendapat SP I gara – gara mengumpulkan seluruh mahsiswa baru FT dengan alasan “Apel”. Padahal kegiatan Propti sudah selesai.”

DPM FT 11-12 sikapnya dengan BEM FT. Bisa jadi anggotanya pun terkena penyakit EDP. Sama sekali tak ada pengawasan atau pun tegoran terhadap BEM FT menyikapi kegiatan yang dilakukan BEM FT. DPM FT seolah melupakan Fungsinya sebagai badan kontrol BEM FT. Hal yang patut dicurigai, jangan jangan DPM FT ikut terlibat dan bertanggung jawab terhadap kegiatan makrab selama ini.

Untuk HMJ, sama sekali tak ada niatan untuk menghentikan semua ini. Mereka seperti puppet yang harus tunduk terhadap tradisi leluhur ini. Jika mereka tidak mau melaksanakan makrab, maka Roh Leluhur akan murka dan makrabholics akan bertindak – makrabholics adalah sebutan untuk penggila makrab – .

Tidak semua mahasiwa FT terjangkit penyakit EDP. Ada beberapa mahasiswa yang sangat menentang tradisi jahiliyah ini. Namun jumlah mereka sangat sedikit. Mereka yang menentang tradisi dianggap kutil yang harus di enyahkan karena tidak sejalan dengan visi “solidaritas “ Teknik. Kaum ini tidak pernah bergerak karena tidak berdaya, kalupun melawan, pihak biraokrat kampus tidak pernah membela kaum seperti ini. Bisa dibilang Pihak Birokrat kampus hanya bisa bicara di depan Media namun tanpa kerja yang nyata.

“ Bolehkah tidak ikut makrab, jawabnya adalah boleh. Namun, resiko yang sangat ditakuti sebagian besar mahasiswa baru adalah dikucilkan oleh teman – teman satu angkatan di jurusan sendiri. Hukuman ini begitu menyiksa, hingga tak jarang, mahasiswa yang bersangkutan akhirnya mengundurkan diri”.

Banyak yang bertanya dimana sikap kritis mahasiswa saat ribut-ribut BHPT dan UM. Jawabnya adalah sudah mati. Dan yang mematikannya adalah para senior itu sendiri. Banyak mahasiswa baru yang kritis pada awal masuk perkuliahan. Namun, pada saat perpeloncoan atau makrab terjadi, mahasiswa baru yang kritis terhadap pelaksanaan makrab ini dibungkam mulutnya agar tidak kritis, dipaksa ikut tradisi jahiliyah, dipaksa untuk murtad dari akal sehat untuk tunduk pada ajaran roh leluhur atas nama “Demi Solidaritas”. Semakin lama perpeloncoan dilaksanakan, maka sikap kritispun memudar hingga akhirnya hilang sama sekali. Dan mahasiswa menjadi kaum yang solidaritasnya tinggi, namun apatis.

Mau bukti? Pada Pemira Unila 2009 ini, dari 24544 mahasiswa, hanya 20% atau 4899 yang menggunakan hak pilih.” (Teknokra, no 102 tahun IX). Dan dari media yang sama, kira – kira 2 tahun lalu, terjadi tawuran antar mahasiswa FT dan FE. (atas nama solidaritas kah?).

Wollohualam bishowb

“ Setiap anak kecil adalah ilmuwan yang jenius. Mereka sangat ingin tahu akan segala hal yang belum mereka pahami. Namun rasa ingin tahu mereka hilang lantaran orang tuanya sendiri. Saat anak bertanya pada ibunya, “Apakah ini, Bu?” “Mengapa Begini, Bu?” sang ibu menjawab, “Tanya Bapakmu!”. Jawaban yang sama ia terima ketika bertanya hal yang serupa pada bapaknya.
Di lain waktu, si anak bertanya lagi tentang hal yang lain. Namun orang tua menjawab,”Jangan banyak tanya, lihat saja!” atau “Kalau masih kecil, diam saja!”.
Hal yang sama berlangsung terus menerus setiap ia bertanya akan satu hal, hingga akhirnya membuat si anak lelah dan tidak mau tahu lagi.”

Jumat, 04 September 2009

Stop Senioritas

Sudah saatnya Pola pendidikan di Indonesia Khususnya Universitas Lampung Berubah. Hentikan Segala bentuk Kekerasan terhadap Mahasiswa Baru. Stop segala bentuk perpeloncoan, stop segala bentuk Pelecehan. Bangun Indonesia dengan pendidikan yang Dewasa, Intelek, dan  Bermoral. Ciptakan Nuansa Akademis yang Sebenarnya. Bukan sekedar Solidaritas yang mengacu pada Premanisme. Hidup Mahasiswa!!!