Minggu, 06 September 2009

Budaya Perpeloncoan di Unila

Unila atau Universitas Lampung adalah salah satu universitas yang masih menerapkan sistem perpeloncoan. Tengok saja pada masa propti yang notebene masih legal, dan juga kegiatan lainnya yang nyata-nyata ilegal.

Bisa kita lihat disana, mahasiswa senior yang membentak juniornya. Lalu ada lagi mahasiswi baru yang rambutnya dikepang seribu dengan pita warna-warni yang mencolok mata seperti anak TK yang baru belajar dandan. Atau kalu kita sedang beruntung, kita bisa menyaksikan segerombolan mahasiswa baru yang berjalan jongkok seperti tahanan belanda. Tak lupa sang senior yang mengawasi layaknya pak tani yang sedang menggembalakan ternaknya.

Pakaian mereka pun juga aneh dari ujung kaki hingga ujung rambut. Mulai dari kaos kaki panjang hingga lutut yang warnanya nge”jreng” abis, terkadang pula, warna kaos kaki yang berbeda antara kanan dan kiri. Warna baju yang harus seragam, nametage ukuran raksasa, selempang pita laksana ratu sejagad, kalung dari sampah, tak lupa pula topi yang terbuat dari bola plastik yang dibelah menyerupai helm dan dipasang rumbai tali rafia seperti anak punk, atau wadah nasi yang “terpaksa” dijadikan topi macam orang gila.

Tiap fakultas hingga jurusan, pakaian adatnya tentu saja berbeda, tergantung dari tradisi dan inspirasi senior. Andai saja seluruh mahasiswa baru dari tiap jurusan dikumpulkan di lapangan yang luas, dengan pakaian adat masing-masing tentunya, maka akan tampak seperti pawai budaya. Inilah saya salutnya Unila, benar-benar seperti Indonesia mini yang memiliki banyak pakaian adat.

Mahalkah membeli barang-barang seperti itu? Jawabnya tentu saja mahal; minimal Rp 10.000 dan maksimal Rp 100.000 atau lebih biaya yang dikeluarkan. Kalau kata teman saya anak kos yang hidup nya pas-pasan, “Uang Rp 10.000 itu bisa untuk makan tiga hari”.

Seringkali mahasiswa senior mewajibkan mahasiswa baru untuk mengenakan baju denngan warna yang sama. Tentu saja, ini sangat memberatkan para mahasiswa baru yang tidak memiliki baju dengan warna yang dimaksud. Pernah saya dengar begini,

“Kak, kalau saya gak punya baju itu gimana?”

“Usaha dong, minjem kek, beli kek!”

“Tapi saya dari luar Lampung Kak, dan saya belum ada kenalan di sini atau saudara disini. Selain itu uang saya gak cukup untuk beli baju itu.”

“Gak usah jadi mahasiswa kalau gitu!” (dengan ketus)


***

Selain dari segi budaya, ternyata Unila sangat peduli dengan jasmani. Entah bagaimana dampaknya terhadap fisik mahasiwa baru, yang jelas, perintah macam ini harus dilakukan.

Contohnya saja di Fakultas Teknik. Seorang senior memerintahkan junior untuk push up 1000 X. –Suatu perintah orang yang tak waras - . Jika si junior tidak sanggup menyelesaikan pada saat itu, maka sisanya akan menjadi utang push up dan harus dilunasi di depan sang senior itu sendiri. Perintah-perintah gila itu tak hanya dilakukan di Fakultas Teknik. Namun, di Tujuh Fakultas lainnya pun tak jauh beda. Ada pula seorang senior yang memerintahkan mahasiswi junior untuk memanjat pohon, lalu teriak-teriak seperti orang stress. Dan perintah-perintah lainnya yang tak kalah konyol. Yang saya ceritakan ini mungkin tak terbanyang oleh anda sebelumnya, tapi ini nyata, dan terjadi Institusi Pendidikan Negeri Tertinggi di Provinsi ini.

Selain itu, ternyata Unila juga menerapkan disiplin tinggi sejak dini terhadap mahsiswa barunya. Tengok saja di Persiapan Fakultas Kedokteran yang mewajibkan mahasiswa baru untuk hadir pada pukul 05.00 pagi. Juga Fakultas Pertanian yang mewajibkan hadir pada pukul 06.00 pagi waktu Fakultas Pertanian. (sebagai catatan, waktu Fakultas pertanian maju satu jam dari WIB atau -6 dari GMT). Dan bervariasi Untuk Fakultas lainnya. Tapi rata-rata fakultas, maksimal pukul 06.30 harus sudah ada di kampus.

Yang saya heran, Mahasiswa senior yang tak pernah ikut organisasi, Mahasiswa senior yang hampir tidak pernah datang kala ada kegiatan, Mahasiswa senior yang selalu telat (Bahkan tidak hadir) jika rapat, semua berubah saat Propti/perpeloncoan. Mereka begitu semangat datang pagi-pagi untuk mengerjai Mahasiswa baru.

Selain atribut aneh, hukuman yang tak masuk akal, jadwal yang mengada- ada, sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak terjadi tindak kekerasan seperti tamparan atau tendangan yang dilakukan mahasiswa senior (terutama senior bengal) terhadap mahasiswa baru. Si korban dibawa ke tempat sepi, lalu “dihajar sopan santun”. Dan biasanya mahasiswa junior terlalu takut mengadu, yang berimbas kepada hanya korban, pelaku, dan Tuhan yang tahu.

Pertanyaanya, apakah mahasiswa baru ingin berontak? Jawabnya tentu saja mau. Namun mereka tidak tahu harus meminta advokasi pada siapa. Senat Universitaskah? Senat Fakultaskah? BEM kah?. Jangan - jangan lembaga-lembaga kemahasiswaa tersebut lah dalang dari semua ini. Jika mereka berontak terang-terangan, maka hukuman akan akan lebih berat lagi dan akan dipermalukan dihadapan teman - temannya sehingga menciutkan nyali mahasiswa baru yang lain. Dan hukuman terberatnya adalah dikucilkan dari pergaulan teman-teman satu jurusan. Dikucilkan disini benar benar dikucilkan. Tidak dianggap dan diacuhkan. Bahkan sampai ada yang mengundurkan diri gara-gara tidak tahan dikucilkan.

Mungkin anda bertanya, apakah pihak Rektoran atau Dekanat tahu mengenai kegiatan seperti ini. Jawabnya tentu saja Tahu, dan sangat jelas tahu. Namun rupanya pihak Birokrat kampus tak mampu berbuat apa-apa. Bisa jadi mereka malah membiarkan atau malahan mendukung kegiatan seperti ini, karena bisa jadi mereka adalah mantan senior yang melakukan hal serupa saat menjadi mahasiswa. Namun dihadapan media, mereka sok menolak kegiatan semacam ini.

“Tidak mungkin pihak Rektorat tidak tahu, sering mahasiswa baru lewat lapangan Rektorat lengkap dengan pakaian ‘adat’mya.”

Bahkan, pernah ada cerita, Untuk acara Makrab (Malam keakraban) salah satu jurusan di Fakultas Pertanian, panitianya malahan mengundang Rektor yang ternyata alumni dari jurusan tersebut untuk menghadiri kegiatan menyimpang tersebut. Yang lebih parahnya lagi, sang Rektor pun bersikap laksana Senior terhadap Juniornya.

“Menurut desas-sesus yang beredar, pihak Birokrat kampus akan melegalkan kegiatan – kegiatan seperti ini.”

Dengan kegiatan “berandalan” seperti ini, saya heran apakah Unila masih punya malu? Apakah Unila masih bermimpi untuk menjadi Top ten University of Indonesia pada tahun 2025?


Kalau bisa di bilang, sudah terlalu banyak keburukan Unila, Mulai dari Akreditasi C yang merupakan kemerosotan luar biasa, BHPT yang masih polemik, dan sistem UM yang masih Kontroversi dengan biaya yang selangit.

Sungguh, unila benar – benar tidak punya malu untuk ukuran perguruan tinggi. Apa mesti ada korban nyawa dari kegiatan seperti ini baru ada ketegasan dari Unila itu sendiri.

Kasihan orang tua yang mempercayakan anaknya pada Unila. Mereka pasti sangat menyesal menguliahkan anaknya di unila jika seandainya terjadi hal buruk terhadap anak tercinta mereka.


***

Untuk Orang tua yang anaknya akan kuliah tahun depan, sebaiknya Jadikan unila pilihan terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar? silakan!!